Mengapa 10 Muharram Disebut Lebaran Yatim?

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang istimewa bagi umat Islam. Maka tidak mengherankan jika sering kita temui acara peringatan berupa pengajian ataupun tabligh akbar pada bulan ini. Selain sebagai pembuka tahun baru hijriah, keutamaan lain yang dimiliki bulan Muharram yaitu; merupakan satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah, bulan memperbanyak amal shaleh dengan puasa, waktu yang tepat untuk bertaubat dan melakukan evaluasi diri, dan adanya kesempatan mengeluarkan sedekah bagi anak-anak yatim di hari Lebaran yatim.

Bulan Muharram memang selalu identik dengan lebarannya anak yatim. Istilah Idul yatama (Hari Raya Anak Yatim) yang jatuh pada tanggal 10 Muharram (Asyura) sebenarnya merupakan ungkapan kegembiraan bagi anak-anak yatim, karena pada hari tersebut banyak orang akan memberikan santunan, kepedulian, dan perhatian pada mereka.

Antusiasme dalam memberikan perhatian lebih pada anak-anak yatim di bulan Muharram adalah bentuk meneladani perilaku terpuji Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat penyayang terhadap anak-anak yatim. Dan beliau lebih menyayangi merekai pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Pada tanggal tersebut, Beliau menjamu dan bersedekah bukan hanya kepada anak yatim, melainkan juga pada keluarganya.

Rasulullah SAW dalam kalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin yang artinya:

“Barangsiapa berpuasa para hari Asyura (tanggal 10 Muharram), niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya“.

Sebagaimana diketahui, Nabi Muhammad SAW juga merupakan seorang yatim sejak dirinya masih berada di dalam kandungan ibunya. Beliau kemudian harus merasakan kesedihan yang teramat di usianya yang sangat muda ketika ibunya wafat di usia Rasulullah yang baru menginjak 6 tahun. Rasulullah kemudian diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib. Namun pada usianya yang ke-8, Ia kembali kehilangan orang yang dicintainya karena sang kakek meninggal dunia. Kemudian beliau diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib.

Rasulullah sangat memahami perasaan anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya sejak masih kecil karena beliau pun mengalaminya. Pun sangatlah wajar apabila beliau sangat mengasihi anak-anak yatim, dan menjanjikan keutamaan suatu kedudukan istimewa di surga kelak bagi siapa saja yang mau meneladani perilaku terpuji tersebut sebagaimana yang tertera pada hadits:

 “Aku dan orang yang menanggung anak yatim, kedudukannya di surga seperti ini”, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya. [HR al-Bukhari no. 4998 dan 5659]

Semoga kita selalu bisa meneladani Rasulullah SAW dengan menyayangi anak-anak yatim, baik itu pada Idul Yatama (hari Raya yatim) pada bulan Muharram ini, maupun pada bulan-bulan lainnya.

Alhamdulillah GIM Foundation selalu berusaha untuk terus memberikan santunan setiap bulan bagi anak-anak yatim sebagai wujud keteladanan pada Rasulullah SAW dan kepedulian sosial. Dan insyaaAllah, pada bulan September 2020 kami juga menyelenggarakan Santunan, Doa Bersama, dan Edukasi Cinta Lingkungan bersama anak-anak yatim dan dhuafa binaan kami dalam rangka Lebaran Yatim. Kami memohon doa dan dukungan agar acara yang kami niatkan untuk membahagiakan anak-anak yatim tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. “Aamiin ya Robbal ‘Aalamiin.